expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 05 Juli 2013

MENIKAH KARENA GALAU???


"Menikah karena galau??" sebuah ungkapan yang cukup mengagetkan dan mengingatkanku bahwa ada yang salah dan mulai menyadari apa yang terpikirkan oleh diri. Sambil memohon padaNya agar aku terhindar dari hal tersebut.

Siang itu seorang sahabat datang untuk bersilaturahim ke rumahku. Sahabat sejak SMA yang mulai kukenal lebih dekat sejak sama-sama menimba ilmuNya. Hari itu kami berkesempatan untuk saling berbagi cerita dan berdiskusi akan permasalahan yang akhir-akhir ini sering dirasakan, terlebih di masa-masa yang memang sering mengalami perasaan yang tidak menentu atau sering disebut dengan istilah "galau" katanya, namun menurutku lebih ke istilah "lost orientation" yaitu masa dimana terkadang merasa bimbang akan tujuan yang hendak dicapai dalam hidup mulai dari masalah pekerjaan, jodoh, hingga masa depan yang ingin diraih. Tapi yang menjadi inti pembicaraan kami saat itu adalah tentang jodoh, maklumlah di usia yang sudah matang tentunya setiap insan ingin melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah SWT yang satu ini. Ingin menggenapkan separuh dien, dapat ambil bagian dalam melahirkan generasi penerus yang dapat melanjutkan dakwah ini, melahirkan generasi Islami untuk pembentukan umat Islam di masa yang akan datang. Generasi yang Insya Allah lebih baik dari diri saat ini.

Saat itulah ungkapan itu terucap, ketika sahabatku menceritakan intisari dari buku yang telah ia baca, buku karangan seorang penulis yang cukup terkenal, dimana ia mengungkapkan akan keprihatinanya pada generasi muda khususnya ikhwan dan akhwat yang banyak terserang "virus merah jambu" yang menyebabkan kegalauan dan satu-satunya jalan keluarnya ialah menikah sehingga orientasi dan tujuan pernikahannya adalah menghilangkan segala rasa galau yang tengah menghampiri diri seiring dengan bertambahnya usia dan berkurangnya masa hidup di dunia ini.

Tak bisa dipungkiri bahwa pastinya ada masanya seseorang merasakan hal ini termasuk juga aku dan sahabat serta teman-teman yang belum juga menemukan jodoh disaat usia terus beranjak naik, berbeda dengan mereka yang memutuskan untuk melakukan pernikahan dini mungkin tidak akan merasakan perasaan yang sama. Aku sendiri dulu merasa bahwa menikah di bawah usia 23 atau sebelum lulus kuliah itu adalah pernikahan dini, karena pada saat itu adalah saat-saat masih diamanahkan oleh orang tua untuk menimba ilmu dan besarnya harapan mereka pada diri kita di kemudian hari agar mendapatkan kehidupan yang layak dengan pendidikan yang ditempuh meskipun yang namanya rezeki itu hanya Allah yang tau. Namun ketika selesai kuliah tentunya kita ingin mengimplementasikan ilmu yang kita peroleh di pekerjaan yang juga bertujuan membahagiakan kedua orang tua sehingga mereka bangga dan bahagia karena pengorbanan dan segala usaha mereka demi pendidikan kita berguna dan bermanfaat untuk diri kita.

Setahun...dua tahun...tiga tahun pun berlalu dan tanpa terasa waktu dan musim berganti dengan cepatnya hingga pada saat itulah kita tersadar ada yang kurang dalam hidup ini tanpa seorang pendamping. Pada saat itulah istilah "galau" menghampiri. Masa dimana kita merasa hanya pernikahanlah satu-satunya yang diinginkan dalam hidup setelah melewati berbagai pengalaman kehidupan dan fase pendewasaan diri. 

Namun rasanya juga terlalu menyedihkan jika memutuskan untuk bersegera menikah hanya karena tidak ingin selalu diganggu oleh pertanyaan itu oleh orang sekitar, atau hanya untuk memuaskan hasrat dan nafsu belaka agar tidak masuk ke perzinaan atau hanya untuk tujuan mengubah status saja, asalkan dapat segera menikah...dapat dilihat oleh orang lain bahwa kita sudah laku alias tidak sendiri lagi tanpa selektif memilih pasangan yang kita cari selama ini. Bukan berarti mencari kesempurnaan, tetapi mencari seseorang yang tepat untuk hidup kita, untuk agama, dunia dan akhirat kita agar dapat melahirkan keturunan dan generasi yang beragama dan berakhlak. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" yaitu bahwa anak dan keturunan kita bagaimanapun itu umumnya membawa bekal kemiripan dengan orang tuanya baik dari segi rupa maupun akhlak meskipun ada yang tidak seperti itu. Namun bagaimanapun itu, bukankah Allah SWT mengajarkan kita untuk terus berikhtiar dalam memraihnya, untuk mendapatkannya. Meskipun semuanya itu nantinya adalah ketetapan dan keputusanNya, namun bukan berarti lantas kita berdiam diri dan tidak melakukan apapun...setidaknya dalam masa penantian itu kita dapat terus beristiqomah, berhusnudzhon dan tidak pernah berhenti untuk memperbaiki diri, karena jodoh kita adalah cerminan diri kita, sebagaimana halnya sahabat terbaik kita adalah gambaran diri kita, terlebih sahabat hidup kita nantinya di dunia dan akhirat nanti.

"Aku sesuai persangkaan hambaKu"

Begitulah Allah menyebutkan dalam FirmanNya...karena itu, untuk kita yang masih belum dipertemukan dengan jodoh, marilah kita terus berprasangka baik pada Allah SWT, terus bermunajat padaNya, memohon agar segera dipertemukan dengan seseorang yang terbaik di mataNya, seseorang yang dapat menjadi sahabat kita dalam urusan agama, kehidupan dunia dan akhirat kita. Karena Allah SWT tidak akan pernah ingkar terhadap janjiNya, dan kepastianNya...hanya saja mungkin Dia tengah menyiapkan saat yang tepat, saat terbaik yang akan hadir tanpa kita duga. Mari bersiap untuk momen terbaik itu ukhti...mari kita pantaskan diri ini dalam menyambut seseorang yang kita impikan, seseorang yang selalu hadir dalam harapan dan doa-doa kita...Insya Allah semua akan indah pada waktunya.

Tetaplah bersemangat...teruslah istiqomah...tetaplah berprasangka baik...dan jangan pernah lelah untuk meminta padaNya...juga jangan pernah berhenti untuk terus memperbaiki diri kita dan niatkanlah semua hanya untuk Allah semata (^_^)





2 komentar: