expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 17 Mei 2013

TAKUT


Adakah orang yang tidak pernah merasakan takut di dunia ini??? Rasanya tidak ada, setiap orang pasti pernah merasakan takut, karena rasa takut itu adalah fitrah manusia. 
Takut mati, takut terhadap makhluk halus, takut terhadap hewan buas, takut miskin, takut gagal, takut gelap, takut ini, takut itu…banyak sekali ketakutan-ketakutan dalam diri kita, hidup kita. Rasa itu memang wajar adanya selama dalam kadar tertentu dan tidak selalu berkepanjangan sehingga menyebabkan sesuatu penyakit yang sering disebut phobia.

Berbicara mengenai “takut”, terkadang aku tidak mengerti terhadap orang yang menikmati ketakutan itu sendiri dan seolah-olah rasa takut itu menjadi sebuah hiburan. Ketika seseorang menjadi “candu” akan film horror, film pembunuhan (psycho) yang begitu sadis, film peperangan dimana nyawa seseorang tidak berarti dan mudah sekali penyiksaan dan pembunuhan terjadi. Seolah-olah semua kejadian menyeramkan itu hanyalah sebuah drama dan tontonan. Namun pernahkah mereka berfikir ketika itu terjadi pada diri kita, hidup kita saat ini. Mungkin itu akan seperti neraka dunia jika benar-benar terjadi di sekitar kita. Neraka yang hanya sepersekian persen dari neraka yang sebenarnya, dimana hukumNyalah yang akan berlaku nantinya.

Mungkin terlalu mengerikan untuk membayangkan tentang nerakaNya. Bahkan untuk sekedar membayangkan kejadian di film jika itu menjadi sebuah kenyataan.
Bagaimana jika ketakutan itu dikaitkan dengan kehidupan yang saat ini dijalani, ketakutan yang mungkin terlihat sepele tapi kita memang perlu takut jika tidak menyadarinya. Takut ketika waktu begitu cepat berlalu sementara kita sibuk dengan dunia kita dan lupa mempersiapkan bekal untuk bertemu denganNya...takut ketika tidak dapat menggunakan waktu dan usia yang diberikan untuk dapat melakukan hal terbaik yang dapat kita perbuat... takut ketika tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya...takut ketika diri ini diperbudak oleh nafsu, uang, sehingga tanpa kita sadari kita tidak pernah menghargai waktu kita dengan baik. 

Seorang sahabat Rasulullah mengatakan bahwa “waktu itu ibarat pedang”
Jikalah waktu itu bagaikan pedang, entah berapa gores pedang yang telah mengenai tubuh kita, entah berapa banyak darah yang mengalir dari tubuh ini karena terkena goresan dari pedang tersebut, entah berapa lama kita dapat bertahan untuk tidak terkena goresan dari pedang itu.

Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, dimana banyak dari kita yang salah kaprah dan mengikuti budaya mereka orang-orang kafir yang menganggap bahwa “waktu itu adalah uang”, sehingga kita berkejar-kejaran dan saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya, untuk saling menunjukkan eksistensinya dengan uang, pangkat dan jabatan yang dimiliki. Merasa hebat ketika semua orang dapat tunduk pada kita karena kekuasaan dan harta yang kita miliki.

Membahas ketakutan mungkin tidak ada habisnya, karena ketakutan adalah buah dari pikiran kita. Ketika kita berpikir takut maka ketakutanpun akan datang menghampiri diri sehingga semuanya terlihat menakutkan. Namun ketika kita dapat mengatasinya dengan baik maka ketakutan itupun akan hilang jika kita terus selalu mendekatkan diri padaNya, Ia yang satu-satunya pantas dan seharusnya kita takuti, karena hanya Ialah yang berhak untuk ditakuti. Takut jika Ia tidak perduli pada kita, takut jika apa yang kita lakukan tidak diridhai olehNya, takut jika tidak melakukan perintahNya. Dialah Rabbul Izzati, Allah azza wa Jalla, Allah yang satu, Tuhan dan Pencipta kita dan tidak ada satupun yang dapat menyerupaiNya.

Mari Bersyukur :)


Seorang teman berkata : "sepertinya kita sebagai manusia sering kurang bersyukur, contohnya ketika kita sangat mengharapkan sesuatu kemudian Allah memberikannya pada kita, tetap saja ada keluhan-keluhan dari diri." 


Ungkapan yang kembali menyadarkan terkadang diri ini pun khilaf dan melakukan hal yang serupa. Padahal Allah SWT telah mengabulkan impian dan doa yang selama ini kita mohonkan padaNya, namun ketika kita telah menikmatinya seolah-olah nikmat itu menjadi tidak terasa, kita sering merasa itu hal yang biasa karena kita telah memiliki dan mendapatkannya. Padahal dulu kita berjuang keras untuk memperolehnya. Segalanya kita lakukan untuk mendapatkannya, mulai dari ikhtiar sekuat tenaga, tak ketinggalan sholat malam, juga dalam setiap doa-doa yang kita panjatkan padaNya. Namun kenapa setelah semuanya diperoleh lalu kita lantas masih mengeluh??? tidak malukah kita padaNya?? 

Jikalau kita mempunyai rekaman video segala ikhtiar kita tersebut, dan Allah memperlihatkannya pada kita saat-saat dimana kita belum dapat meraih apa yang kita inginkan, pastilah kita akan sadar betapa besar nikmatNya itu, betapa sulitnya kita meraih apa yang kita inginkan itu. Ketika ia terasa begitu jauh dari genggaman dan begitu jauh dari kemampuan kita. Namun ketika semua telah dalam genggaman, tanpa kita sadari rasa kesombongan dan kecongkakan itu muncul dari diri. Merasa seakan-akan semuanya adalah berhak kita peroleh karena usaha kita selama ini, jatuh bangun dan dengan susah payah kita mencapainya dan sering kita terlena dan lupa bahwa semuanya itu adalah atas kehendakNya...

Meskipun  dengan segala usaha yang menurut kita sangat berat tersebut, namun jika Allah tidak mengizinkan kita meraihnya pastilah kita tidak akan memperolehnya bahkan sampai akhir usia kita...karena tidak ada daya dan kekuatan yang dapat terlaksana tanpa seizinNya. Oleh sebab itu masih pantaskah kita mengeluh dengan segala nikmatNya yang telah kita peroleh sampai hari ini yang mungkin jikalau kita menghitungnya takkan sanggup kita menuliskannya satu per satu. Oleh sebab itu, syukurilah apa yang telah kita peroleh sampai saat ini kita masih bisa bernafas, menikmati alamnya yang begitu luas dan masih diberikan kesehatan dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita.

maka pantaslah Allah mengingatkan kita dalam firmanNya surat Ar-Rahman : "fa bi ayyi aalaa i rabbikumaa tukazzibaan? (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)"

berulang-ulang kali Allah menegaskan firmanNya yang satu ini dalam surat Ar Rahman, untuk mengingatkan kita hambaNya yang sering khilaf dan lupa akan rezeki yang telah Ia limpahkan pada kita, akan nikmat yang tak pernah berhenti mengalir pada diri kita sejak kita dilahirkan dan dapat merasakan nafas kehidupan ini hingga usia kita saat ini...nikmat merasakan keimanan, nikmat akan Islam dan juga kesehatan yang kita rasakan sehingga dapat menjalani berbagai aktivitas hidup ini

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan???
menjadi sebuah reminder bagi kita ketika kerap mengeluh akan setiap cobaan yang datang silih berganti. Padahal jika kita menengok ke belakang, begitu banyak nikmatNya yang telah kita terima selama ini. Jikalau kita teliti, begitu besar nikmatNya yang telah kita rasakan tanpa kita sadari, dan seolah nikmat itu menjadi tidak berarti dan tidak terasa ketika Allah ingin menguji keimanan kita dengan cobaanNya, cobaan yang sering tidak kita sadari bahwa Dia sangat mencintai kita...yang dengan cobaan itu Dia (Allah SWT) ingin kita tidak terlena dengan kenikmatan yang tengah kita rasakan sehingga kadang kita sering menomorduakanNya.
Naudzubillahi min dzalik...

Padahal Allah adalah Sang Pencipta yang paling berhak atas diri kita
Jika Allah Menghendaki kebaikan atas diri kita maka itulah yang terjadi, begitupun jika Ia menghendaki keburukan atas diri kita
Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menentangNya, yang dapat menghalangi kehendakNya...
Tidakkah kita malu ketika kita lupa padaNya, merasa diri kita adalah hak kita, hidup kita ada di tangan kita??
masihkah kita sering berpikir demikian???

Semoga ini dapat selalu menjadi reminder bagi kita di saat hati mulai tidak peka atas segala nikmat yang telah Dia anugerahkan dalam hidup kita.
"Keep Istiqomah kawan!!!" ;)



Minggu, 05 Mei 2013

MEMBUAT GRID INDEX DENGAN AREA YANG DIINGINKAN



Mungkin banyak dari kita para pengguna Arcgis yang masih bingung ketika ada request membuat “grid index” sebuah kawasan atau AOI dari projek yang sedang dikerjakan. Di sini saya akan berbagi ilmu yang juga saya dapati dari rekan GIS yang lebih senior, semoga dapat membantu teman2 GIS’ers yang sedang menemui masalah di atas.

Umumnya ukuran kertas yang biasa digunakan untuk pembuatan peta sebuah Proyek Tata Ruang (RTRW) adalah ukuran A1, jadi di sini saya akan memberikan contoh pembuatan grid index sebuah kawasan pulau Bangka dengan ketelitian skala 1 : 10.000. 

Untuk data frame peta kita buat pada ukuran 57 cmx 54 cm (tidak termasuk frame untuk legenda). Ukuran format yang biasa dipakai dalam melayout peta (dapat diubah sesuai kebutuhan). Untuk membuat ini kita perlu melakukan perhitungan terlebih dahulu. 
  • Berikut langkah-langkah perhitungannya :
57 cm x 54 cm dengan skala 1 : 10.000
Jadi, 57 x 10000 = 570.000 cm = 5700 m
         54 x 10000 = 540.000 cm = 5400 m
Hasil perhitungan ini untuk dimasukkan ke dalam ukuran polygon nanti.

  • Sekarang kita beranjak ke dalam proses ArcGISnya sbb:
1. Data frame diset dulu ke dalam meter (koordinat WGS ‘84/ UTM).






2. Setting “Map Units” di data frame properties – general dalam meter dan display dalam cm.


3. Search : “grid” di ArcToolbox, pilih Grid Index Features (cartography).



4. Input file peta (dalam format *shp) yang akan dibuat grid indexnya, 




geser ke bawah, ganti format ke dalam meter lalu masukkan panjang & lebar polygon yang akan dibuat (yang sudah dihitung sebelumnya). 
Masukkan Polygon width = 5700 m
              Polygon height  = 5400 m
Lalu klik ‘OK’, maka grid yang diinginkan akan terbentuk seperti terlihat di bawah ini :






Agar tampilan dapat dibuka secara otomatis dengan skala tersebut, dapat menggunakan “ Data driven page”
Isi setup driven page :
Cek list enable data driven page
Layer : grid yang sudah kita buat sebelumnya
Name field : page name
Sort field : page number
Cek list sort ascending
OK







Agar ketika digeser skala tidak berubah, maka pada “Data Frame Properties” maka isi skala 1 : 10.000 di reference scalenya (ada di General)




Selesaiii......Moga bermanfaat  (^_^)v

SABAR DAN IKHLAS



Sabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, sedangkan sabar diperoleh dengan berlatih sabar”

Sabar…memang tidak dapat dipelajari hanya dengan membaca kisah seperti pada pelajaran sejarah, juga tidak dapat dipelajari dengan hanya menghafal rumus seperti halnya matematika atau fisika. 

Sabar adalah buah dari pengalaman kehidupan, sesuatu yang memerlukan latihan dan proses yang panjang, dan hanya orang-orang tertentu /orang-orang pilihanlah yang dapat melakukannya dengan baik. Sabar memiliki sahabat baik yang bernama ikhlas…keduanya bagaikan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kesabaran membutuhkan keikhlasan, begitu juga halnya dengan ikhlas membutuhkan kesabaran.

Sabar seharusnya tidak berbatas, tapi kelemahan kita sebagai manusialah yang menyebabkannya menjadi terbatas. Karena ia (sabar) begitu setia pada “ikhlas” sehingga tidak ada alasan ia memiliki batas. Ikhlas mengajari sabar untuk dapat tenang dalam menghadapi masalah apapun karena ia tahu semua yang terjadi hanyalah kehendakNya…. Ia yang Maha Berkehendak, Ia sang Pemilik Seluruh Alam, Ia yang Maha Tahu Yang Terbaik untuk umatNya, Ia Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang tak satupun luput dari penglihatanNya. Karena itulah ikhlas tidak pernah takut untuk menghadapi setiap cobaan yang ada dan sabar selalu setia menemaninya.

Semoga kesabaran dan keikhlasan selalu menyertai diri ini, diri yang selalu khilaf dan mudah tersulut emosi, diri yang kadang terlupa bahwa akal haruslah lebih kuat dari nafsu, dan nafsu adalah musuh terbesar yang harus diperangi.

Sabar…ikhlas…memanglah dua kata yang sangat mudah diucapkan, namun begitu sulit untuk dijalani. Ketika nafsu masih menguasai diri, ketika emosi masih bersemayam di hati dan pikiran kita, ketika iman masih begitu lemah untuk dapat memahami dan menerima semua kenyataan yang kadang atau bahkan sering tidak sesuai dengan harapan. 

Teruslah bersabar…teruslah berlatih…teruslah belajar, karena tidak ada kata terlambat, juga tidak kata kata puas untuk terus mencari ilmuNya, tidak ada kata “selesai” dan tidak kata “ahli” dalam mempelajari ilmu sebelum ajal itu datang menjemput kita. Sabar dan iklas adalah ilmu kehidupan yang tidak akan pernah cukup untuk kita miliki selama hayat masih dikandung badan, selama denyut nadi masih berdetak, selama jiwa masih hidup, dan selama kita masih bisa bernafas…maka selama itulah latihan akan kesabaran dan keikhlasan itu akan selalu ada karena Ia (Allah SWT) akan selalu menguji kita dengannya.