expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 27 Juli 2013

Kisah Orang Tua Imam Malik

Ini tentang pernikahan penuh berkah yang melahirkan generasi sholeh karena berasal dari bibit yang juga sholeh dan sholihah

Alkisah di sebuah negeri di Madinah ada seorang pemuda sholeh yang telah berusia matang dan siap untuk menikah, saat itu usianya kurang lebih dua puluh tahun dan ia menyampaikan niatnya untuk segera melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah SAW itu kepada ayahnya dan ia mempercayakan ayahnya untuk mencarikannya seorang calon isteri yang baik lagi sholehah. Akhirnya sang ayah mencarikan sosok wanita tersebut dan menemukannya kemudian menjodohkan dengan anak laki-lakinya itu. Sang pemuda dengan sepenuh hati percaya dan yakin bahwa pilihan orang tuanya adalah yang terbaik sehingga tanpa perlu waktu lama akhirnya iapun menyetujui untuk menikahi gadis tersebut.

Hari pernikahan pun tiba dan pernikahan dilaksanakan sesuai dengan rencana dan kehendak dari kedua belah pihak.Acaranya berlangsung lancar hingga akhirnya tiba saat malam pertama bagi kedua pengantin. Malam pertama dimana dua insan dipertemukan dalam satu ruangan dalam kondisi yang memungkinkan saling melihat satu sama lain, terlihat apa yang tidak biasa tampak dari mereka. Di situlah akhirnya sang pemuda merasa agak kaget dan kecewa karena menemukan sesuatu cacat di tubuh isterinya, bagaimana mungkin ayahnya lalai dalam hal ini padahal ia sudah sangat yakin bahwa ayahnya telah memilihkan seseorang yang terbaik, namun ternyata di luar dugaan ketika malam itu ia melihat kondisi isterinya. Namun karena kesholehannya iapun mengurungkan untuk mengatakan sepatah katapun yang dapat membuat sedih isterinya. Meskipun begitu, sang isteri yang juga seorang perempuan sholihah, menyadari walaupun suaminya tidak mengatakan apapun tentang dirinya namun ia dapat mengetahui kekecewaan yang terlihat dari raut wajah suaminya. Kekecewaan karena adanya sesuatu kekurangan pada dirinya, hingga akhirnya sang isteri pun membacakan surat An-Nisa untuk menghibur hati suaminya.

"Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya,terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyuaki mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa :19)

Mendengar apa yang diucapkan oleh isterinya, kemudian sang pemuda pun akhirnya langsung tersenyum dan ikhlas menerima keadaan isterinya seutuhnya. Hingga akhirnya terjadilah apa yang harus terjadi pada malam itu.


Beberapa hari setelah pernikahan terjadi, tersiar berita bahwa khalifah meminta para pemuda untuk ikut andil dan ikut berperang dan berhijrah karena kondisi pemerintahan yang saat itu dalam keadaan perang di bagian negeri yang lain.

Karena sang pemuda adalah seorang yang sholeh, akhirnya iapun terpanggil dan turut serta dalam perintah sang khalifah untuk hijrah dan berperang. Sebelum kepergiannya ia berpesan kepada sang isteri agar dapat senantiasa menjaga diri dan kehormatannya selama ia pergi berperang. Sang isteri pun dengan ikhlas melepaskan kepergian suaminya dan berjanji akan melaksanakan perintah suaminya tersebut.

Waktupun terus bergulir. Karena masa peperangan saat itu tidak dapat diprediksi jangka waktunya sehingga tidak ada satu orang pun yang tahu kapan mereka yang pergi akan kembali dan apakah mereka akan selamat dalam peperangan yang akan terjadi. Hingga musim pun terus berganti selama 11 tahun akhirnya sang pemuda diberikan keselamatan sehingga dapat kembali pulang ke kampung halamannya.

Sebagai seseorang yang sholeh, yang pertama kali teringat olehnya bukanlah isterinya yang ditinggalkan pada saat mereka masih dalam kondisi pengantin baru, entah bagaimana kondisi isterinya saat ini. Tapi yang langsung dituju pertama kali olehnya adalah mesjid karena ia ingin beryukur atas nikmat Allah SWT sehingga ia dapat selamat dari peperangan yang memakan waktu lama itu. Hingga akhirnya ia pun menemukan sebuah masjid dan kemudian berwudhu dan melaksanakan sholat. Setelah selesai melaksanakan sholat, kemudian ia menjadi penasaran ketika melihat di sudut masjid terdapat sebuah halaqoh dimana banyak para kiai dan ulama sedang berkumpul disana sedang mendengarkan ilmu dan mereka terlihat terangguk-angguk mendengar apa yang disampaikan oleh sang pemberi ilmu.Pastilah guru yang sedang berbicara di hadapan mereka adalah seseorang yang memiliki ilmu yang tinggi, pikir sang pemuda.

Akhirnya iapun mendekati halaqoh tersebut dan ia merasa takjub ketika mengetahui bahwa ternyata guru yang menyampaikan ilmu tersebut adalah seorang anak kecil yang hanya berusia 11 tahun. Namun apa yang disampaikan olehnya adalah ilmu yang sangat tinggi dan biasanya dimiliki oleh seorang guru besar. Iapun mengikuti pertemuan itu sampai selesai dan bermaksud hendak mencari tahu tentang sosok anak kecil tersebut. Selesai pertemuan tersebut si anak pun pulang diikuti oleh sang pemuda itu. Di sepanjang perjalanan yang dilalui ia merasa sangat familiar dengan jalan yang ia lewati meskipun begitu ia tidak terlalu memikirkannya karena sangat penasaran dengan rumah dan orang tua dari anak tersebut. Hingga akhirnya dalam perjalanan tersebut sampailah ia di suatu kampung, dan ia merasa mengenali daerah itu, hingga akhirnya sampailah si anak pada sebuah rumah yang terletak di ujung jalan kemudian ia mengetuk pintu rumah itu dan mengucapkan salam. Tak lama kemudian terdengarlah jawaban salam dari dalam rumah, sebuah suara yang berasal dari seorang wanita. Kemudian pintu terbuka dan si anak masuk ke rumah tersebut. Dari yang dilihatnya tampak bahwa si anak sepertinya adalah anggota keluarga dari rumah tersebut karena ia begitu santai ketika masuk ke dalam rumah, bukan terlihat layaknya seorang tamu.

Tidak mau terlalu lama dengan rasa penasarannya akhirnya, sang pemuda memutuskan untuk bertamu ke rumah tersebut. Kemudian iapun mendekati rumah itu hingga akhirnya sampailah di depan pintu rumah, dan mulai merasa begitu kenal dengan rumah yang ia hampiri itu. Namun ia kembali menepis perasaan itu kemudian iapun mengetuk pintu rumah itu dan mengucapkan salam. Tak berapa lama terdengar jawaban salam dari dalam rumah. Jawaban yang terdengar dari suara seorang wanita dan anak kecil. Kemudian pintu pun terbuka dan terlihat sosok wanita di hadapannya. Melihat wanita tersebut sang pemuda pun merasa sangat terkejut karena melihat seseorang yang begitu ia kenal namun sudah lama tidak berjumpa, wajah yang begitu dirindukan selama ini. Begitu juga dengan wanita yang membuka pintu pun tak kalah terkejut melihat sosok yang tampak di hadapannya saat itu. Ia tak lain adalah suaminya yang telah pergi 11 tahun lamanya untuk pergi berperang. Dan akhirnya pada saat itu mereka berdua saling berpelukan satu sama lain dan saling melepas rindu setelah terpisah sekian tahun lamanya. 

Setelah itu kemudian sang suami melihat anak kecil yang tampak di hadapannya kemudian bertanya tentangnya. Kemudian dijawab oleh sang isteri bahwasanya anak yang ada di hadapannya adalah buah cinta mereka. Setelah beberapa hari menikah, meskipun tidak lama mereka berpisah karena panggilan perang dulu, ternyata Allah SWT menganugerahkan si isteri dapat hamil dan melahirkan, kemudian ia menjaga dan mendidik buah hatinya hingga sampai saat ini. Mendengar penjelasan dari sang isteri, suaminya pun langsung terduduk lemas dan merasa begitu terharu, sambil kemudian terbayang kejadian malam itu di saat pertama kali mereka bertemu di malam pertama setelah menikah, terbayang begitu kecewanya ia pada saat itu dan juga kekecewaannya pada ayahnya karena ia merasa sang ayah kurang teliti dalam memilihkan isteri baginya sehingga tidak mengetahui cacat tersebut, terbayang pula wajah dan senyuman isterinya pada saat itu sambil membacakan surat An Nisa ayat 19. Berlinanglah air matanya sambil mengucap syukur pada Allah SWt atas begitu besarnya nikmat dan karuniaNya sehingga ia diberkahi anak yang begitu pintar dan sholeh, dan kemudian baru menyadari bahwa ayahnya memang telah memilihkan jodoh yang terbaik baginya. Ternyata isterinya adalah seseorang yang begitu sholehah sehingga dapat melahirkan dan mendidik anaknya menjadi anak yang begitu baik dan sholeh pula. Anak itu pun akhirnya dikenal sebagai Imam besar yang kita kenal sebagai Imam Malik. Namanya begitu harum dan terkenal seantero jagat di Madinah hingga ke jazirah Arab lain dan banyak ulama yang berguru padanya. Imam Syafei yang mendengar akan kebijakan dan ketinggian ilmu dari Imam Malik pun sampai penasaran dan sengaja menemuinya di Madinah untuk membuktikan berita yang tersiar. Hingga akhirnya mereka kemudian dipertemukan Allah SWT dan Imam Syafe'i bertukar pikiran dan saling berdiskusi satu sama lain. Hingga akhirnya Imam Syafe'i mengakui bahwa berita yang selama ini terdengar benarlah adanya, bahwa Imam Malik adalah seseorang yang begitu terdidik dan memiliki ilmu pengetahuan yang tinggi.

(Dituliskan kembali berdasarkan materi yang diperoleh dalam kajian kuliah umum PRANikah oleh Ust. Arsjalsyah @ Mesjid UI, 13 Juli 2013)

Jumat, 05 Juli 2013

MENIKAH KARENA GALAU???


"Menikah karena galau??" sebuah ungkapan yang cukup mengagetkan dan mengingatkanku bahwa ada yang salah dan mulai menyadari apa yang terpikirkan oleh diri. Sambil memohon padaNya agar aku terhindar dari hal tersebut.

Siang itu seorang sahabat datang untuk bersilaturahim ke rumahku. Sahabat sejak SMA yang mulai kukenal lebih dekat sejak sama-sama menimba ilmuNya. Hari itu kami berkesempatan untuk saling berbagi cerita dan berdiskusi akan permasalahan yang akhir-akhir ini sering dirasakan, terlebih di masa-masa yang memang sering mengalami perasaan yang tidak menentu atau sering disebut dengan istilah "galau" katanya, namun menurutku lebih ke istilah "lost orientation" yaitu masa dimana terkadang merasa bimbang akan tujuan yang hendak dicapai dalam hidup mulai dari masalah pekerjaan, jodoh, hingga masa depan yang ingin diraih. Tapi yang menjadi inti pembicaraan kami saat itu adalah tentang jodoh, maklumlah di usia yang sudah matang tentunya setiap insan ingin melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah SWT yang satu ini. Ingin menggenapkan separuh dien, dapat ambil bagian dalam melahirkan generasi penerus yang dapat melanjutkan dakwah ini, melahirkan generasi Islami untuk pembentukan umat Islam di masa yang akan datang. Generasi yang Insya Allah lebih baik dari diri saat ini.

Saat itulah ungkapan itu terucap, ketika sahabatku menceritakan intisari dari buku yang telah ia baca, buku karangan seorang penulis yang cukup terkenal, dimana ia mengungkapkan akan keprihatinanya pada generasi muda khususnya ikhwan dan akhwat yang banyak terserang "virus merah jambu" yang menyebabkan kegalauan dan satu-satunya jalan keluarnya ialah menikah sehingga orientasi dan tujuan pernikahannya adalah menghilangkan segala rasa galau yang tengah menghampiri diri seiring dengan bertambahnya usia dan berkurangnya masa hidup di dunia ini.

Tak bisa dipungkiri bahwa pastinya ada masanya seseorang merasakan hal ini termasuk juga aku dan sahabat serta teman-teman yang belum juga menemukan jodoh disaat usia terus beranjak naik, berbeda dengan mereka yang memutuskan untuk melakukan pernikahan dini mungkin tidak akan merasakan perasaan yang sama. Aku sendiri dulu merasa bahwa menikah di bawah usia 23 atau sebelum lulus kuliah itu adalah pernikahan dini, karena pada saat itu adalah saat-saat masih diamanahkan oleh orang tua untuk menimba ilmu dan besarnya harapan mereka pada diri kita di kemudian hari agar mendapatkan kehidupan yang layak dengan pendidikan yang ditempuh meskipun yang namanya rezeki itu hanya Allah yang tau. Namun ketika selesai kuliah tentunya kita ingin mengimplementasikan ilmu yang kita peroleh di pekerjaan yang juga bertujuan membahagiakan kedua orang tua sehingga mereka bangga dan bahagia karena pengorbanan dan segala usaha mereka demi pendidikan kita berguna dan bermanfaat untuk diri kita.

Setahun...dua tahun...tiga tahun pun berlalu dan tanpa terasa waktu dan musim berganti dengan cepatnya hingga pada saat itulah kita tersadar ada yang kurang dalam hidup ini tanpa seorang pendamping. Pada saat itulah istilah "galau" menghampiri. Masa dimana kita merasa hanya pernikahanlah satu-satunya yang diinginkan dalam hidup setelah melewati berbagai pengalaman kehidupan dan fase pendewasaan diri. 

Namun rasanya juga terlalu menyedihkan jika memutuskan untuk bersegera menikah hanya karena tidak ingin selalu diganggu oleh pertanyaan itu oleh orang sekitar, atau hanya untuk memuaskan hasrat dan nafsu belaka agar tidak masuk ke perzinaan atau hanya untuk tujuan mengubah status saja, asalkan dapat segera menikah...dapat dilihat oleh orang lain bahwa kita sudah laku alias tidak sendiri lagi tanpa selektif memilih pasangan yang kita cari selama ini. Bukan berarti mencari kesempurnaan, tetapi mencari seseorang yang tepat untuk hidup kita, untuk agama, dunia dan akhirat kita agar dapat melahirkan keturunan dan generasi yang beragama dan berakhlak. 

Tidak dapat dipungkiri bahwa "buah jatuh tidak jauh dari pohonnya" yaitu bahwa anak dan keturunan kita bagaimanapun itu umumnya membawa bekal kemiripan dengan orang tuanya baik dari segi rupa maupun akhlak meskipun ada yang tidak seperti itu. Namun bagaimanapun itu, bukankah Allah SWT mengajarkan kita untuk terus berikhtiar dalam memraihnya, untuk mendapatkannya. Meskipun semuanya itu nantinya adalah ketetapan dan keputusanNya, namun bukan berarti lantas kita berdiam diri dan tidak melakukan apapun...setidaknya dalam masa penantian itu kita dapat terus beristiqomah, berhusnudzhon dan tidak pernah berhenti untuk memperbaiki diri, karena jodoh kita adalah cerminan diri kita, sebagaimana halnya sahabat terbaik kita adalah gambaran diri kita, terlebih sahabat hidup kita nantinya di dunia dan akhirat nanti.

"Aku sesuai persangkaan hambaKu"

Begitulah Allah menyebutkan dalam FirmanNya...karena itu, untuk kita yang masih belum dipertemukan dengan jodoh, marilah kita terus berprasangka baik pada Allah SWT, terus bermunajat padaNya, memohon agar segera dipertemukan dengan seseorang yang terbaik di mataNya, seseorang yang dapat menjadi sahabat kita dalam urusan agama, kehidupan dunia dan akhirat kita. Karena Allah SWT tidak akan pernah ingkar terhadap janjiNya, dan kepastianNya...hanya saja mungkin Dia tengah menyiapkan saat yang tepat, saat terbaik yang akan hadir tanpa kita duga. Mari bersiap untuk momen terbaik itu ukhti...mari kita pantaskan diri ini dalam menyambut seseorang yang kita impikan, seseorang yang selalu hadir dalam harapan dan doa-doa kita...Insya Allah semua akan indah pada waktunya.

Tetaplah bersemangat...teruslah istiqomah...tetaplah berprasangka baik...dan jangan pernah lelah untuk meminta padaNya...juga jangan pernah berhenti untuk terus memperbaiki diri kita dan niatkanlah semua hanya untuk Allah semata (^_^)





Jumat, 17 Mei 2013

TAKUT


Adakah orang yang tidak pernah merasakan takut di dunia ini??? Rasanya tidak ada, setiap orang pasti pernah merasakan takut, karena rasa takut itu adalah fitrah manusia. 
Takut mati, takut terhadap makhluk halus, takut terhadap hewan buas, takut miskin, takut gagal, takut gelap, takut ini, takut itu…banyak sekali ketakutan-ketakutan dalam diri kita, hidup kita. Rasa itu memang wajar adanya selama dalam kadar tertentu dan tidak selalu berkepanjangan sehingga menyebabkan sesuatu penyakit yang sering disebut phobia.

Berbicara mengenai “takut”, terkadang aku tidak mengerti terhadap orang yang menikmati ketakutan itu sendiri dan seolah-olah rasa takut itu menjadi sebuah hiburan. Ketika seseorang menjadi “candu” akan film horror, film pembunuhan (psycho) yang begitu sadis, film peperangan dimana nyawa seseorang tidak berarti dan mudah sekali penyiksaan dan pembunuhan terjadi. Seolah-olah semua kejadian menyeramkan itu hanyalah sebuah drama dan tontonan. Namun pernahkah mereka berfikir ketika itu terjadi pada diri kita, hidup kita saat ini. Mungkin itu akan seperti neraka dunia jika benar-benar terjadi di sekitar kita. Neraka yang hanya sepersekian persen dari neraka yang sebenarnya, dimana hukumNyalah yang akan berlaku nantinya.

Mungkin terlalu mengerikan untuk membayangkan tentang nerakaNya. Bahkan untuk sekedar membayangkan kejadian di film jika itu menjadi sebuah kenyataan.
Bagaimana jika ketakutan itu dikaitkan dengan kehidupan yang saat ini dijalani, ketakutan yang mungkin terlihat sepele tapi kita memang perlu takut jika tidak menyadarinya. Takut ketika waktu begitu cepat berlalu sementara kita sibuk dengan dunia kita dan lupa mempersiapkan bekal untuk bertemu denganNya...takut ketika tidak dapat menggunakan waktu dan usia yang diberikan untuk dapat melakukan hal terbaik yang dapat kita perbuat... takut ketika tidak dapat memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya...takut ketika diri ini diperbudak oleh nafsu, uang, sehingga tanpa kita sadari kita tidak pernah menghargai waktu kita dengan baik. 

Seorang sahabat Rasulullah mengatakan bahwa “waktu itu ibarat pedang”
Jikalah waktu itu bagaikan pedang, entah berapa gores pedang yang telah mengenai tubuh kita, entah berapa banyak darah yang mengalir dari tubuh ini karena terkena goresan dari pedang tersebut, entah berapa lama kita dapat bertahan untuk tidak terkena goresan dari pedang itu.

Namun yang terjadi saat ini justru sebaliknya, dimana banyak dari kita yang salah kaprah dan mengikuti budaya mereka orang-orang kafir yang menganggap bahwa “waktu itu adalah uang”, sehingga kita berkejar-kejaran dan saling berlomba-lomba untuk mendapatkannya, untuk saling menunjukkan eksistensinya dengan uang, pangkat dan jabatan yang dimiliki. Merasa hebat ketika semua orang dapat tunduk pada kita karena kekuasaan dan harta yang kita miliki.

Membahas ketakutan mungkin tidak ada habisnya, karena ketakutan adalah buah dari pikiran kita. Ketika kita berpikir takut maka ketakutanpun akan datang menghampiri diri sehingga semuanya terlihat menakutkan. Namun ketika kita dapat mengatasinya dengan baik maka ketakutan itupun akan hilang jika kita terus selalu mendekatkan diri padaNya, Ia yang satu-satunya pantas dan seharusnya kita takuti, karena hanya Ialah yang berhak untuk ditakuti. Takut jika Ia tidak perduli pada kita, takut jika apa yang kita lakukan tidak diridhai olehNya, takut jika tidak melakukan perintahNya. Dialah Rabbul Izzati, Allah azza wa Jalla, Allah yang satu, Tuhan dan Pencipta kita dan tidak ada satupun yang dapat menyerupaiNya.

Mari Bersyukur :)


Seorang teman berkata : "sepertinya kita sebagai manusia sering kurang bersyukur, contohnya ketika kita sangat mengharapkan sesuatu kemudian Allah memberikannya pada kita, tetap saja ada keluhan-keluhan dari diri." 


Ungkapan yang kembali menyadarkan terkadang diri ini pun khilaf dan melakukan hal yang serupa. Padahal Allah SWT telah mengabulkan impian dan doa yang selama ini kita mohonkan padaNya, namun ketika kita telah menikmatinya seolah-olah nikmat itu menjadi tidak terasa, kita sering merasa itu hal yang biasa karena kita telah memiliki dan mendapatkannya. Padahal dulu kita berjuang keras untuk memperolehnya. Segalanya kita lakukan untuk mendapatkannya, mulai dari ikhtiar sekuat tenaga, tak ketinggalan sholat malam, juga dalam setiap doa-doa yang kita panjatkan padaNya. Namun kenapa setelah semuanya diperoleh lalu kita lantas masih mengeluh??? tidak malukah kita padaNya?? 

Jikalau kita mempunyai rekaman video segala ikhtiar kita tersebut, dan Allah memperlihatkannya pada kita saat-saat dimana kita belum dapat meraih apa yang kita inginkan, pastilah kita akan sadar betapa besar nikmatNya itu, betapa sulitnya kita meraih apa yang kita inginkan itu. Ketika ia terasa begitu jauh dari genggaman dan begitu jauh dari kemampuan kita. Namun ketika semua telah dalam genggaman, tanpa kita sadari rasa kesombongan dan kecongkakan itu muncul dari diri. Merasa seakan-akan semuanya adalah berhak kita peroleh karena usaha kita selama ini, jatuh bangun dan dengan susah payah kita mencapainya dan sering kita terlena dan lupa bahwa semuanya itu adalah atas kehendakNya...

Meskipun  dengan segala usaha yang menurut kita sangat berat tersebut, namun jika Allah tidak mengizinkan kita meraihnya pastilah kita tidak akan memperolehnya bahkan sampai akhir usia kita...karena tidak ada daya dan kekuatan yang dapat terlaksana tanpa seizinNya. Oleh sebab itu masih pantaskah kita mengeluh dengan segala nikmatNya yang telah kita peroleh sampai hari ini yang mungkin jikalau kita menghitungnya takkan sanggup kita menuliskannya satu per satu. Oleh sebab itu, syukurilah apa yang telah kita peroleh sampai saat ini kita masih bisa bernafas, menikmati alamnya yang begitu luas dan masih diberikan kesehatan dan kebersamaan dengan orang-orang yang kita cintai dan mencintai kita.

maka pantaslah Allah mengingatkan kita dalam firmanNya surat Ar-Rahman : "fa bi ayyi aalaa i rabbikumaa tukazzibaan? (maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?)"

berulang-ulang kali Allah menegaskan firmanNya yang satu ini dalam surat Ar Rahman, untuk mengingatkan kita hambaNya yang sering khilaf dan lupa akan rezeki yang telah Ia limpahkan pada kita, akan nikmat yang tak pernah berhenti mengalir pada diri kita sejak kita dilahirkan dan dapat merasakan nafas kehidupan ini hingga usia kita saat ini...nikmat merasakan keimanan, nikmat akan Islam dan juga kesehatan yang kita rasakan sehingga dapat menjalani berbagai aktivitas hidup ini

maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan???
menjadi sebuah reminder bagi kita ketika kerap mengeluh akan setiap cobaan yang datang silih berganti. Padahal jika kita menengok ke belakang, begitu banyak nikmatNya yang telah kita terima selama ini. Jikalau kita teliti, begitu besar nikmatNya yang telah kita rasakan tanpa kita sadari, dan seolah nikmat itu menjadi tidak berarti dan tidak terasa ketika Allah ingin menguji keimanan kita dengan cobaanNya, cobaan yang sering tidak kita sadari bahwa Dia sangat mencintai kita...yang dengan cobaan itu Dia (Allah SWT) ingin kita tidak terlena dengan kenikmatan yang tengah kita rasakan sehingga kadang kita sering menomorduakanNya.
Naudzubillahi min dzalik...

Padahal Allah adalah Sang Pencipta yang paling berhak atas diri kita
Jika Allah Menghendaki kebaikan atas diri kita maka itulah yang terjadi, begitupun jika Ia menghendaki keburukan atas diri kita
Tidak ada satu makhluk pun yang dapat menentangNya, yang dapat menghalangi kehendakNya...
Tidakkah kita malu ketika kita lupa padaNya, merasa diri kita adalah hak kita, hidup kita ada di tangan kita??
masihkah kita sering berpikir demikian???

Semoga ini dapat selalu menjadi reminder bagi kita di saat hati mulai tidak peka atas segala nikmat yang telah Dia anugerahkan dalam hidup kita.
"Keep Istiqomah kawan!!!" ;)



Minggu, 05 Mei 2013

MEMBUAT GRID INDEX DENGAN AREA YANG DIINGINKAN



Mungkin banyak dari kita para pengguna Arcgis yang masih bingung ketika ada request membuat “grid index” sebuah kawasan atau AOI dari projek yang sedang dikerjakan. Di sini saya akan berbagi ilmu yang juga saya dapati dari rekan GIS yang lebih senior, semoga dapat membantu teman2 GIS’ers yang sedang menemui masalah di atas.

Umumnya ukuran kertas yang biasa digunakan untuk pembuatan peta sebuah Proyek Tata Ruang (RTRW) adalah ukuran A1, jadi di sini saya akan memberikan contoh pembuatan grid index sebuah kawasan pulau Bangka dengan ketelitian skala 1 : 10.000. 

Untuk data frame peta kita buat pada ukuran 57 cmx 54 cm (tidak termasuk frame untuk legenda). Ukuran format yang biasa dipakai dalam melayout peta (dapat diubah sesuai kebutuhan). Untuk membuat ini kita perlu melakukan perhitungan terlebih dahulu. 
  • Berikut langkah-langkah perhitungannya :
57 cm x 54 cm dengan skala 1 : 10.000
Jadi, 57 x 10000 = 570.000 cm = 5700 m
         54 x 10000 = 540.000 cm = 5400 m
Hasil perhitungan ini untuk dimasukkan ke dalam ukuran polygon nanti.

  • Sekarang kita beranjak ke dalam proses ArcGISnya sbb:
1. Data frame diset dulu ke dalam meter (koordinat WGS ‘84/ UTM).






2. Setting “Map Units” di data frame properties – general dalam meter dan display dalam cm.


3. Search : “grid” di ArcToolbox, pilih Grid Index Features (cartography).



4. Input file peta (dalam format *shp) yang akan dibuat grid indexnya, 




geser ke bawah, ganti format ke dalam meter lalu masukkan panjang & lebar polygon yang akan dibuat (yang sudah dihitung sebelumnya). 
Masukkan Polygon width = 5700 m
              Polygon height  = 5400 m
Lalu klik ‘OK’, maka grid yang diinginkan akan terbentuk seperti terlihat di bawah ini :






Agar tampilan dapat dibuka secara otomatis dengan skala tersebut, dapat menggunakan “ Data driven page”
Isi setup driven page :
Cek list enable data driven page
Layer : grid yang sudah kita buat sebelumnya
Name field : page name
Sort field : page number
Cek list sort ascending
OK







Agar ketika digeser skala tidak berubah, maka pada “Data Frame Properties” maka isi skala 1 : 10.000 di reference scalenya (ada di General)




Selesaiii......Moga bermanfaat  (^_^)v

SABAR DAN IKHLAS



Sabda Rasulullah SAW :
“Sesungguhnya ilmu diperoleh dengan belajar, sedangkan sabar diperoleh dengan berlatih sabar”

Sabar…memang tidak dapat dipelajari hanya dengan membaca kisah seperti pada pelajaran sejarah, juga tidak dapat dipelajari dengan hanya menghafal rumus seperti halnya matematika atau fisika. 

Sabar adalah buah dari pengalaman kehidupan, sesuatu yang memerlukan latihan dan proses yang panjang, dan hanya orang-orang tertentu /orang-orang pilihanlah yang dapat melakukannya dengan baik. Sabar memiliki sahabat baik yang bernama ikhlas…keduanya bagaikan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Kesabaran membutuhkan keikhlasan, begitu juga halnya dengan ikhlas membutuhkan kesabaran.

Sabar seharusnya tidak berbatas, tapi kelemahan kita sebagai manusialah yang menyebabkannya menjadi terbatas. Karena ia (sabar) begitu setia pada “ikhlas” sehingga tidak ada alasan ia memiliki batas. Ikhlas mengajari sabar untuk dapat tenang dalam menghadapi masalah apapun karena ia tahu semua yang terjadi hanyalah kehendakNya…. Ia yang Maha Berkehendak, Ia sang Pemilik Seluruh Alam, Ia yang Maha Tahu Yang Terbaik untuk umatNya, Ia Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang, yang tak satupun luput dari penglihatanNya. Karena itulah ikhlas tidak pernah takut untuk menghadapi setiap cobaan yang ada dan sabar selalu setia menemaninya.

Semoga kesabaran dan keikhlasan selalu menyertai diri ini, diri yang selalu khilaf dan mudah tersulut emosi, diri yang kadang terlupa bahwa akal haruslah lebih kuat dari nafsu, dan nafsu adalah musuh terbesar yang harus diperangi.

Sabar…ikhlas…memanglah dua kata yang sangat mudah diucapkan, namun begitu sulit untuk dijalani. Ketika nafsu masih menguasai diri, ketika emosi masih bersemayam di hati dan pikiran kita, ketika iman masih begitu lemah untuk dapat memahami dan menerima semua kenyataan yang kadang atau bahkan sering tidak sesuai dengan harapan. 

Teruslah bersabar…teruslah berlatih…teruslah belajar, karena tidak ada kata terlambat, juga tidak kata kata puas untuk terus mencari ilmuNya, tidak ada kata “selesai” dan tidak kata “ahli” dalam mempelajari ilmu sebelum ajal itu datang menjemput kita. Sabar dan iklas adalah ilmu kehidupan yang tidak akan pernah cukup untuk kita miliki selama hayat masih dikandung badan, selama denyut nadi masih berdetak, selama jiwa masih hidup, dan selama kita masih bisa bernafas…maka selama itulah latihan akan kesabaran dan keikhlasan itu akan selalu ada karena Ia (Allah SWT) akan selalu menguji kita dengannya.

Minggu, 06 Januari 2013

Demi Masa...


Segala sesuatu memang ada masanya, ada batasnya…
so don’t worry be happy J

Gak ada yang abadi......kecantikan, kekayaan, ketenaran, jabatan,  apapun itu hanyalah milik Allah
Semua itu hanyalah titipan dariNya dan ujian untuk kita, apakah kita bisa memanfaatkan dan menggunakan dengan sebaik-baiknya apa  yang telah Allah amanahkan pada diri kita, hidup kita…

Jodoh, rezeki, maut…merupakan hal yang selalu menjadi teka-teki bagi kita manusia, karena hidup kita hanyalah milikNya, semua itu adalah kuasa Allah dan takdir yang tiada satupun Allah lalai dalam menjadwalkannya, tiada satupun yang absen dari penglihatan Nya.

“Tiap-tiap yang hidup pasti akan merasakan mati”
Kita tidak tau sampai usia berapakah Allah memberi kita kesempatan untuk menggunakannya, kematian adalah sesuatu yang begitu dekat dengan jiwa-jiwa yang hidup, dalam sedetik bahkan lebih cepat dari itu Allah dapat mengambilnya dari kita.

Tanpa kita sadari sebagai manusia kita sering lupa bahkan  hampir tidak bisa menerima ketika takdir Allah mulai berjalan selangkah demi selangkah, dan segala sesuatunya pun mulai berubah begitu cepat...
Ada yang pergi dan ada yang datang.......ada kematian, ada kehidupan.......yang kecil telah beranjak remaja, yang remaja mulai dewasa......dan yang dewasa pun kian beranjak tua. Itulah siklus yang telah Allah tetapkan dan tidak ada satupun dari kita yang bisa memutar kembali siklus hidup yang pernah kita jalani. Kita hanyalah hambaNya yang harus ikhlas dengan semua takdir kita.

Namun ketika keikhlasan begitu sulit untuk dirasakan, sering kita sebagai manusia merasakan ketidak adilan dalam “dunia kita”, seolah perjuangan tidak bermakna karena pada akhirnya segala sesuatunya akan berjalan berdasarkan garis edar dan ketentuanNya, ketetapanNya atas masing-masing kita, dan untuk sesaat kita lupa dengan firmannya :
 “ Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum hingga kaum itu sendiri berusaha mengubahnya”
Itulah janji Allah......tidak ada yang sia-sia, perjuangan dan kerja keras (ikhtiar), istiqomah dan selalu berhusnudzon atasNya pastilah segala impian dan cita-cita itu dapat kita capai. Tidak ada yang tidak mungkin bagiNya, hanya kepadaNyalah kita bersandar, mengadukan segala masalah yang sering tidak bisa kita pecahkan bahkan dengan logika ataupun dengan hati yang sering tidak menentu, atau mungkin dengan sekian banyak orang-orang di samping kita yang menyayangi dan melindungi kita yang bersedia mendengarkan segala keluh kesah dan permasalahan kita…namun itu semua hanya sementara, karena pada dasarnya setiap manusia memiliki ego masing2 yang selalu ingin diperhatikan dan ada masanya kita merasa lelah ketika setiap waktu hanya berkutat dengan permasalahan orang lain, yang kadang juga jenuh ketika harus menyisihkan waktu istirahat dan kesenangan untuk mendengar persoalan2 orang lain..

Namun tidak dengan Allah…
Allah tidak pernah tidur, Ia tidak pernah lelah untuk mendengar rintihan dan suara hati serta keluhan dari hamba2Nya…